Ngedenger cerita, baca dan ngelihat langsung gaya hidup kaum sosialita cman bikin gw geleng-geleng kepala. Terutama salah satu “hobi” utama mereka, BELANJA alias SHOPPING.
Apalagi semakin kesini keberadaan kaum ini makin bertambah dan makin menggila (baik gila dalam arti kiasan, gila belanjanya, maupun gila beneran..hehe)
Dan kebetulan gw kenal dengan beberapa diantara mereka, baik yang cewek maupun cowok atau ibu2 dan bapak2 (syukurnya gak kenal dari mereka dari yang tengah2 alias acdc, ada gak ya kira-kira? Hmmmm)
Ngeliat mereka dengan mudahnya ngeluarin uang untuk memenuhi nafsu “hobi” belanjanya tentunya bikin gw iri, bukan iri karena gw gak bisa belanja barang2 mewah dengan mudahnya seperti mereka, alias uang mereka gak ada serinya (sbenernya iri juga sih, siapa juga yang gak mau punya uang banyak, tentunya banyak, halal dan berkah ya), tapi iri karena dari sekian banyak uang mereka yang dibelanjain, satu peserpun tidak masuk kekantong gw. Sekali lagi sepeserpun tidak ada. Kebanyakan uang belanja mereka masuk ke kantong2 para orang borjuis juga, dimana kebanyakan orang asing, coz dari kebanyakan kaum sosialita ini emang lebih banyak ngebelanjain uang mereka buat produk2 branded dari luar seperti LV, Hermes, Guess, Mercy, Prada, Zara, Manggo,(yg jaringan bisnisnya dikuasai oleh kaum borjuis dan asing). dan juga jasa atau barang2 lain yang dipunyai atau setidaknya ada share holder asingnya disitu, misal beberapa property (kantor, hotel, apartemen, dll).
Yang jadi masalah buat gw adalah dari sekian banyak itu kok gak ada ya brand dari dalam negeri satupun saat ini yang bisa “ngehasut” kaum sosialita ini untuk memburunya. (mudah2an beberapa tahun kedepan kaum sosialita ini juga ngelirik brand2 dalam negeri sendiri yg gw liat jg gak kalah dari segi kualitas)
Keirian gw pun terus berkembang dan berontak seiring dg makin taunya gw ama kelakuan kaum socialita ini. Gw pun akhirnya memeras otak (red : berpikir) gimana caranya ya gw bisa dapetin jatah dari uang belanja mereka, gimana ya gw bisa sedikit kena “imbas baik” alias kecipratan dari keberadaan mereka ini. Kir pikir dan pikir terus, sampai akhirnya dengan segala analisa sana sini (analisa marketing otodidak) gw putusin bwt jadi “calo” alias perantara atau jadi pedagang dari produk2 “racun”nya para sosialita ini. Pilihan “profesi” ini gw pilih dengan berbagai pertimbangan tentunya, dari pengetahuan gw yang masih minim tentang produk2 “racun” tadi, dari “minim”nya doku yang gw punya bwt modal, dan resiko yang mungkin bisa muncul, dll. Tentunya “profesi” ini gak gw jadiin bwt yang utama, hanya sekedar sampingan, gw gak mau tentunya jadi “calo” selamanya, yg gw mau suatu saat nanti gw jadi pencipta sekaligus pemilik brand dari barang2 “racun” tadi (ngimpi.com) tapi who knows?, Amin.
Dan profesi “calo” pun udah gw jalanin dari beberapa bulan yang lalu (gw langsung putuskan bwt terjun langsung dan action disini, karena keirian dan penasaran gw yg udah gak ketahan), dan tentunya tidak mudah atau bim salabim begitu saja langsung dapat “cipratan”. Dari nyari info ttg produk2 “racun” pun cukup menguras energi dan waktu. Dari mulai model, tipe, bahan, merk, warna, dll. Belum ngedapatin sumbernya pun juga berdarah2 (lebay.com), tepatnya berkeringat. Source atau sumber yang bisa bwt dapetin brand dg model, jenis dan warna yang lagi booming dan tentunya bisa dapet harga yang lebih melengkung (tidak miring lagi). Kalau sumbernya cuman ngasih selisih harga yg dikit mah bukan gw yg dapet “cipratan” duit dari para sosialita ini, tapi mereka yg dapet cipratan keringat gw (mau gak ya mereka..haha).
Ketika akhirnya dah cukup “nyali” dan siap dengan beberapa produk “racun” mereka dengan nilai tawar yang bersaing dibanding konter2 resminya akhirnya serangan pun dilancarkan dg gencarnya, tawaran via telp, sms, ym, bbm ke temen2 yang dari kelompok sosialita ini pun gw sebar, sampai mesti rela ikutan bbrp aktivitas mereka yang malah biking gw tambah geleng2 juga, dari mulai party2 ultah, nikahan, barbequean dll (untung gw bisa jaga diri bwt tidak sampai ikut arisan, gak kebayang klo gw ikutan jg aktivitas ini hmmm). Dan seperti kebanyakan bisnis lainnya, aktivitas “calo” gw pun tidak langsung membuahkan hasil, proses untuk dapet “cipratan” duit dari mereka pun tidak instant. Dari mulai cman ngetes kredibiltas gw (untung gak sampai tes kepribadian segala), ngetes kredibilitas produk2 gw, dimana proses ini bener2 sangat teliti dan details. (untuk ini gw sangat berterimakasih sama mereka, coz gw jadi tahu apa itu “originalitas” dan bagaimana merespon sebuah “originalitas”).
Akhirnya setelah beberapa bulan perjudian “calo” ini pun membuahkan hasil, telur pun pecah, gw dapet cipratan dari salah satu dari mereka untuk sebuah baju dan tas merk XXXX,
Mr Calo : Jadi gimana? Jadi order gak ni?
Miss Sosialita : eh iya, masih bisa turun lagi harganya?
Mr Calo : Bisa, semua negosible
Miss Socialita : Yaudin (Udin dari mana lagi), ntar pas ketemuan kita nego, bisa di ceki-ceki juga kan?
Mr Calo : ceki-ceki apaan?
Miss Socialita : ya amplop (grrrrrrr), di cek dan diliat-liat dulu itu masudnya
Mr Calo : oh, bisa, kan kmren temen lo juga dah ngecek langsung ngegantiin lo
Miss Socialita : iya, tapi gw mesti cek sendiri lagi
Mr Calo : ok
(pas waktunya ketemuan)
*Gw skip basa basinya yang cukup makan waktu juga (gak kukuh banget lah, grrr), dia datang ama temenya yang tampaknya dari kaumnya juga (manteb nih, alamat prospek nih dunia percaloan gw..hehe)*
Mr Calo : nih kalo mau diceki-ceki dulu (dari ilmu otodidak gw, usahakan kita mesti bisa ngikutin gaya dan aturan main mereka, meski tetep bisa nentuin batas2nya, klo cman bwt bilang ceki-ceki mah yaudin, no problemo! Haha)
Miss Sosialita : ok, sini coba liat
*dan barang2 tadi pun dibolak balik diamati dan diliat dg sangat teliti, termasuk temennya pun tak luput bwt ceki-ceki (halah) dan ikutan ngasih penilaian*
Mr Calo : dijamin 100% Ori, garansi seumur hidup, seumur hidup gw maksudnya. (pdahal juga ogah kalau hidup gw bwt garansi, hehe)
Miss. Sosialita : hmmmm, ok, jadi nego sampai berapa ni?
Mr. Calo : ya situ mau nawar di berapa? Kan gw dah buka harga di Rp. AAA
Miss. Socialita : Rp. BBB (cukup tegas dan gak basa-basi, meski nawarnya gak kira2 juga, lebih dari 50% dari harga pasaran, grrrrrrr)
Mr. Calo : wah, ya gak segitu juga donk, mosok gw jual rugi
Miss. Sosialita : Berapa emangnya?
Mr. Calo : Rp. CCC (mencoba untuk ikutan tegas dan gak basa-basi, mesti deg2an juga takut fatal, kemampuan pricing disaat-saat seperti ini emang bukan hal yang gampang, salah dalam pricing bisa fatal, termasuk pricing awal tentunya, proses negosiasi sudah terhenti, atau kalaupun masih sudah tidak kondusif lagi, coz bisa jadi interest untuk transaksi dari si buyer sudah hilang)
Miss. Sosialita : Rp. DDD kalau mau (masih menawar lagi)
Mr. Calo : naikin lagi lah
Miss. Sosialita : yaudah, Rp. EEE, gimana?
Mr. Calo : ok deal segitu
Miss Sosialita : ok, brp nomor rekening lo?
Mr. Calo : dah gw kirim via bbm tuh
Miss Sosialita : sip, ntar ya
(setelah melakukan proses transfer dg mobile bankingnya)
Miss Sosialita : Udin gw Transferita ya…nih barang gw bawa
Mr. Calo : SIAP
TRANSFERITA!!, itu yg gw suka, dg proses Transferita berarti gw dah kecipratan sekarang, seneng bukan main tentunya, bukan dari besar atau jumlahnya tapi seneng coz rasa iri gw yang gak kecipratan duit dari kaum mereka skrg dah sedikit terobati, seneng coz proses percaloan gw selama ini yg udah spare waktu dan energi dari aktifitas utama gw ada hasilnya meski gak seberapa kalau dari sisi materinya.
Transferita tadi jadi nambah amunisi bwt gw mecah telur yang kedua, ketiga, keempat, dst, sampai gw nanti punya PRODUK BRAND Sendiri yang bisa ngeracunin mereka. Amin. Dan tentunya semangat untuk ngebuat proses “Transferita” selanjutnya dari kaum sosialita ini.
To be kontinuita untuk transferita-transferita selanjutnya dari para kaum sosialita :)
2010 ku adalah sebuah kesombongan
2010 ku adalah sebuah kemarahan
2010 ku adalah sebuah kegagalan
2010 ku adalah sebuah penghianatan
2010 ku adalah sebuah kesedihan
2010 ku adalah sebuah kerugian
2010 ku adalah sebuah kehinaan
2010 ku adalah sebuah keingkaran
2010 ku adalah sebuah kemunafikan
2010 ku adalah sebuah kekufuran
2010 ku adalah sebuah kesia-siaan
2010 ku adalah sebuah kebodohan
2010 ku adalah sebuah kecerobohan
2010 ku adalah sebuah kepalsuan
2010 ku adalah sebuah kemalasan
2010 ku berarti keberhasilan
2010 ku berarti pencapaian
2010 ku berarti pengakuan
2010 ku berarti kegembiraan
2010 ku berarti pengorbanan
2010 ku berarti kerja keras
2010 ku berarti kedewasaan
2010 ku berarti kemandirian
2010 ku berarti keberkahan
2010 ku berarti karunia
2010 sebentar lagi usai
Selamat jalan 2010 ku
2011 pun siap menyapa
Selamat datang 2011 ku
2011 ku adalah cita-cita
2011 ku adalah perubahan
2011 ku adalah tantangan
2011 ku adalah harapan
2011 ku adalah kerja keras
2011 ku adalah perjuangan
2011 ku adalah keyakinan
2011 ku adalah amanah
2011 ku adalah peran
2011 ku berarti kemuliaan
2011 ku berarti keberhasilan
2011 ku berarti kegembiraan
2011 ku berarti kemandirian
2011 ku berarti kedewasaan
2011 ku berarti ketangguhan
2011 ku berarti kebaikan
2011 ku berarti keimanan
2011 ku berarti ketaqwaan
2011 ku berarti ibadah
Niat sudah aku mantabkan
Keyakinan sudah aku perkuat
Ya Rabb! Mohon AmpunanMU atas semua Dosa dan Kesalahan Hamba
Mohon selalu Berkah, Perlindungan dan KaruniaMU untuk segala langkah Hamba
Selamat Tahun Baru 2011
-Okti nanto Fredi Friantoro-
Jakarta -Ketika kita melakukan bisnis, maka umumnya orientasi dalam bisnis kita adalah dalam rangka mengejar keuntungan materi. Akibat orientasi ini berakibat kita tidak memperhatikan etika dalam bisnis kita.
Kita berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita. Bila ini terus dilakukan, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.
Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam bisnis adalah etika yang bersumber dari tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis kita, yaitu :
Pertama, kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
Kedua, menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi". (QS 83: 112).
Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Kelima, tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral.
Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
Kedelapan, bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. al-Baqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Kesembilan, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).
Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
*) Ahmad Juwaini adalah Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika Telp (021) 7416050
http://ramadan.detik.com/read/2009/09/13/095826/1202387/626/etika-bisnis-islamiLabels: Bisnis, Bisnis Islami, Bisnis Jujur